Perkembangan
teori-teori organisasi sudah dilihat dan dikaji sejak tahun-tahun
pertama abad keduapuluh, yang secara garis besar dapat diikhtisarkan
menjadi 4 (empat) kelompok besar yakni: (1) classic; (2) behavioral, (3) system, dan (4) contingency.
1. Classic
Pada mulanya teori administrasi/manajemen
atau organisasi telah dirancang secara tradisional/klasik. Terdapat 3
kategori pokok pendekatan klasik ini: (1) scientific management; (2) administrative management; dan (3) the bureaucratic model of organization (Beach, 1980: 133).
a. Scientific management.
Pendiri gerakan manajemen ilmiah ini
adalah Frederick W. Taylor (1856-1915), seorang insinyur dan ahli
manajemen Amerika. Dia tidak menciptakan teori umum mengenai organisasi;
namun hanya mengusulkan sejumlah teknik dan filsafat yang diturunkan
dari pengalamannya yang lebih luas di bidang manajemen dan konsultan.
Dia menaruh perhatian pada manajemen pabrik dan efisiensi,
memperkenalkan konsep dan teknik analisa/studi jabatan, analisa waktu,
standarisasi jabatan, spesialisasi tugas, penentuan keseimbangan kerja,
seleksi pegawai secara teliti, teknik pelatihan staf, dan kompensasi
berupa insentif gaji untuk membantu mencapai hasil kerja yang lebih
tinggi.
Taylor memindahkan tanggungjawab kegiatan
perencanaan yang semula ditangani para pekerja (bawahan) diserahkan
kepada seorang spesialis manajemen. Dia juga memperkenalkan sistem
pengelolaan pabrik yang disebut dengan functional foremanship
(kepengawasan fungsional yang dilakukan para mandor). Meskipun tidak
bertahan lama, sistem ini merupakan pembuka jalan ke arah perluasan
perencanaan staf dan sistem pengawasan di pabrik-pabrik.
Secara umum, kita memandang bahwa gerakan
manajemen ilmiah yang dipelopori Taylor diarahkan pada pencapaian
produktivitas kerja yang tinggi, keuntungan yang lebih besar, biaya
murah, dan sistem pengawasan mesin-manusia yang lebih efektif.
b. Administrative Management.
Kalau scientific management memfokuskan
perhatiannya pada organisasi dari level manajemen bawah, maka para
teoritisi manajemen administratif memandang organisasi dari puncak (from
the top-down). Para pemuka manajemen administratif ini antara lain:
Henri Fayol, seorang industrialis Perancis; L. Gulick, spesialis
administrasi publik dan akademisi; Lyndall Urwick, seororang teoritisi
dan konsultan Inggris; James D. Mooney dan Alan C Reiley, pimpinan dari
General Motor, Amerika (Burhanuddin, 1994).
Para teoritisi manajemen adminisitratif
tersebut mengumandangkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen secara
umum. Meskipun prinsip-prinsip yang mereka kemukakan berbeda satu sama
lain, namun pada umumnya mereka mempunyai kesatuan proposisi sebagai
berikut :
- Spesialisasi fungsi dan pembagian kerja penting bagi efisiensi.
- Tanggung jawab dan kekuasaan supervisor dan manajer harus dilukiskan secara jelas. Di sana harus terdapat garis kekuasaan secara jelas, dari atas ke bawah. Kekuasaan harus mengalir dari atas ke bawah, melalui struktur organisasi yang ada. Tanggung jawab harus sepadan dengan kekuasaan. Setiap anggota organisasi hanya memiliki satu pimpinan atau komando (unity of command).
- Koordinasi fungsi dan anggota kelompok harus dilakukan oleh manajer di setiap unit.
- Segala perintah, informasi dan pengaduan-pengaduan harus disalurkan melalui garis kekuasaan yang sudah ditetapkan.
- Jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang supervisor dibatasi antara 5 atau 6 orang. Namun belakangan formulasi demikian tidak begitu diterima, dan diperluas dengan batasan jumlah orang-orang yang diawasi sesuai dengan situasi atau kompleksitas kerja atau faktor-faktor lain.
- Pertama-tama, rancanglah organisasi dan tugas-tugas kemudian temukanlah orang-orang yang dapat menangani tugas-tugas yang telah dirumuskan tersebut. Janganlah membentuk pekerjaan (job) untuk dicocokkan pada kemampuan dan minat individual.
c. Bureaucratic Model
Konsep model birokrasi ini berasal dari
Sosiolog Jerman Max Weber, yang banyak menghasilkan karya tulis pada
tahun 1900-1920. Weber memandang dunia, khususnya masyarakat, secara
sekular dan rasional. Di dalam membangun dan mengoperasikan suatu
lembaga manusia yang terlibat di dalamnya, cenderung mendasarkan
tindakannya pada pengetahuan, pengambilan keputusan rasional, teknologi
dan sangat sedikit sekali pada hal-hal mistik dan gaib. Dia memandang
birokrasi yang ada di organisasi merupakan alat yang sangat efisien
dalam mengoperasikan organisasi-organisasi yang berskala besar, baik
swasta maupun milik pemerintah.
Ciri-ciri pokok birokrasi ini adalah :
- Pembagian kerja yang tegas dan spesialisasi yang tinggi,
- Setiap biro yang ada di bawah berada di bawah kontrol yang lebih tinggi (hierarkis),
- Sistem pemerintahan diadministrasikan secara obyektif,
- Penempatan tenaga kerja, penugasannya didasarkan pada kualifikasi, bukan pada hubungan sanak famili atau favoritas.
- Adanya keamanan kerja bagi bawahan, dan
- Penggunaan catatan, dokumen, dan arsip-arsip secara ekstensif.
2. Behavioral Science
Para penyokong bidang ini, mulai kerjanya
dari tahun 1920-an sampai dengan awal 1950-an. Mereka dinamakan human
relationist. Pada tahun-tahun itu mereka tidak disebut sebagai ilmuwan
behavioral. Pada pokoknya mereka sebenarnya adalah para psikolog dan
sosiolog industri milik Perguruan Tinggi. Industri privat adalah
laboratorium mereka. Penemuan-penemuan (riset) Elton Mayo dan
teman-temannya di Universitas Harvard terhadap Hawthorne Works or The
Western Electric Company di Chicago menandai munculnya gerakkan human
relation ini. Penelitian tersebut berlangsung sejak tahun 1927 sampai
pada tahun 1932. Rangkaian studi ini membuktikan kunci pentingnya
tekanan-tekanan kelompok, hubungan sosial, dan sikap terhadap supervisi
dan pekerjaan yang menentukan produktivitas kelompok.
Kalau teoritisi organisasi klasik menaruh
perhatian mereka pada tugas, struktur, dan kekuasaan. maka para ahli
human relation ini menekankan pada dimensi manusianya. Organisasi
dipandang sebagai suatu sistem sosial sebagaimana dikembangkan oleh para
sosiolog dalam menawarkan bentuk dan desain organisasi (Champoux,
2003), demikian juga yang diterapkan dalam teknik ekonomi. Kelompok
kerja informal diidentifikasikan sebagai sumber kontrol pekerja yang
utama. Kedua bentuk organisasi baik formal maupun informal harus
diperhitungkan untuk menjelaskan sebagaimana dan mengapa suatu
organisasi berfungsi sedemikian rupa.
Penulis-penulis tradisional memandang
kekuasaan pada pemimpin dan upah sebagai motivator primer. Sementara
para ahli yang menganut paham hubungan manusiawi menekankan pentingnya
faktor-faktor psikologis dan sosial didalam membentuk tingkah laku
anggota organisasi. Kebanyakan para teoritisi hubungan manusiawi
beranggapan bahwa perencanaan manajemen dan pengambilan keputusan
memberikan pengaruh positif baik terhadap “morale” maupun produktivitas.
Para manajer diingatkan bahwa tingkah laku manusia di organisasi
terdiri dari komponen rasional dan non rasional Perasaan-perasaan,
sentimen, dan nilai-nilai merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
para manajer. Pengaruh human relation begitu pesat, sehingga muncul
latihan-latihan manajemen di bidang industri dan pemerintah yang memuat
program motivasi, “morale” kepemimpinan, komunikasi antar pribadi,
keterampilan memberikan penyuluhan, dan dinamika kelompok. Tegasnya
manajer-manajer lebih disadarkan pada pentingnya dimensi monusia.
Walaupun demikian, gerakan human relation
ini juga tidak terlepas dari kritik-kritik terutama yang datang dari
lapangan industri. Para ahli human relation dianggap terlalu lunak
tertadap para pekerja, menekankan pada usaha yang bersifat memanipulasi
para bawahan, tidak mengindahkan pengaruh yang muncul dari
perserikatan-perserikatan, dan teknologi yang digunakan organisasi.
Para pendukung modern menolak penggunaan istilah human relations. Mereka sebaliknya menamakan diri dengan istilah behavioral scientists (ilmuwan
tingkah laku manusia), psikolog organisasi, teoritisi organisasi. dan
para ahli pengembangan organisasi. Di antara sekian banyaknya para ahli
yang mendukung antara lain: Douglas Mc gregor, Rensis Likert, Frederick
Herzberg, Warren Bennis dan Chris Argyris (dalam Burhanuddin, 1994;
Yukl, 2002).
Meskipun masing-masing ahli tersebut
memberikan dukungan mereka secara unik bagi pendekatan behavioral
science namun terdapat kesatuan dan konsistensi tema di antara pandangan
mereka. Mereka menunjukkan suatu pandangan yang optimis terhadap
hakikat manusia. Mereka juga mempercayai adanya kemuliaan dasar yang
dimiliki manusia. Lebih jauh lagi, bahwa prestasi kerja dapat dicapai
melalui bimbingan dan pengawasan secara mandiri, bukan melalui birokrasi
yang kaku. Dengan demikian, tindakan job enrichment akan lebih efektif
ketimbang model pembagian kerja/pembatasan tugas yang sempit. Motivasi
positif, kepemimpinan suportif, dan metode-metode supervisi kelompok
lebih dipentingkan. Mereka juga berpendirian bahwa iklim organisasi yang
layak adalah suatu iklim dimana semua anggota kelompok dan manajer
lebih bersikap terbuka, tulus dan saling mempercayai. Kerja sama dan
teamwork lebih baik daripada sistem kompetisi antar pribadi yang tidak
sehat, dan umumnya bersifat merusak seperti kebanyakan kita saksikan di
organisasi-organisasi tidak terkecuali lembaga pendidikan semacam
sekolah.
3. System Aproach
Pendekatan ketiga dalam menganalisis
organisasi adalah dengan menerapkan konsep sistem. Teori sistem sudah
populer sejak beberapa dasawarsa yang lalu karena kemampuannya dalam
menyuguhkan suatu model sistem universal yang mencakup berbagai bidang
kehidupan: fisik, biologis, sosial, dan fenomena tingkah laku manusia.
Para teoritisi mencoba menemukan generalisasi-generalisasi yang membantu
dalam menjelaskan bagaimana berfungsinya segenap kesatuan dan proses.
Seperti telah disinggung sebelumnya, para
teoritisi organisasi sebenamya memperlakukan organisasi itu sebagai
suatu sistem. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terorganisir, terdiri
dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantungan satu sarna
lain. Ada beberapa konsep penting mengenai penerapan sistem terhadap
organisasi, yaitu:
- Organisasi manusia lebih bercirikan sistem terbuka, yang-berarti berinteraksi dengan berbagai unsur yang ada di lingkungan.
- Organisasi cenderung mengarah kepada suatu dinamika atau keseimbangan yang bergerak (moving equilibrium). Anggota-anggota organisasi berusaha mempertahankan dan memelihara organisasi agar tetap hidup. Mereka mereaksi segenap perubahan dan kekuatan-kekuatan baik yang ada di luar maupun dalam organisasi itu sendiri guna menemukan keadaan baru agar tetap seimbang.
- Untuk menjaga keseimbangan sistem organisasi, maka dikelola segenap informasi dari rangkaian kegiatan yang dapat memberikan umpan balik penyempurnaan setiap penyimpangan.
- Organisasi sebenarnya bagian dari hirarkhi sistem yang terdiri dari divisi, departemen, seksi-seksi dan kelompok individu. Atau tegasnya, organisasi tertentu bisa merupakan bagian atau sub dari sistem yang lebih besar.
- Ketergantungan adalah merupakan konsep kunci bagi teori sistem. Diterapkan dalam organisasi, berarti didalamnya terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
- Konsep holism dalam memahami organisasi menunjukkan bahwa keseluruhan suatu struktur atau kesatuan adalah lebih dari sekedar kumpulan bagian-bagian. Konsep ini melandasi perlunya tindakan terpadu atau kompak (sinergy), yang berkaitan dengan kemampuan komponen-komponen organisasi untuk mencapai sasaran bersama. Tindakan bersama diayakini dapat melebihi hasil yang dicapai , dibandingkan secara perorangan.
Konsep sistem menolong kita dalam
mendiagnosa hubungan yang saling berinteraksi di antara tugas/kegiatan,
teknologi, lingkungan dan anggota organisasi. Para praktisi menerapkan
konsep sistem dalam merancang, membangun, mengoperasikan sistem info
manajemen dan proses automasi. Lebih jauh lagi penggunaannya dilihat
pada rancangan-rancangan organisasi matriks dan proyek.
Berbeda dengan model-model organisasi
klasik, pendekatan sistem menunjukkan bahwa para manajer sesungguhnya
beroperasi dalam situasi yang mudah berubah, dinamis, dan sering tidak
menentu. Mereka pada umumnya tidak berada dalam kontrol sepenuhnya
(terkendali) terhadap situasi-situasi, dan harus berusaha menyesuaikan
kegiatan/tindakan, mencapai kemajuan ke arah tujuan yang ditetapkan, di
samping menyadari bahwa hasil-hasil yang akan diperoleh itu juga
dipengaruhi oleh banyak faktor dan kekuatan.
4. Contingency
Sebelumnya teoritisi memandang,
bahwa prinsip-prinsip organisasi dan manajemen telah muncul secara
universal. Namun, penelitian empiris yang dilaksanakan selama dua puluh
tahun terakhir ini membuktikan bahwa rancangan organisasi secara optimal
bergantung pada banyak faktor, baik yang ada di dalam maupun luar
organisasi. Oleh karena itu, hasil-hasil pemikiran kontemporer
sesungguhnya menganjurkan pendekatan kontigensi ini dalam mendesain
suatu organisasi. Dan ini membutuhkan suatu tindakan penilaian terhadap
banyak kekuatan atau pendorong yang saling berinteraksi.
Organisasi menurut pandangan kontigensi
ini bukanlah beroperasi dalam suasana vacum, melainkan berada dalam
situasi yang lebih kompleks dan menghadapi banyak faktor baik yang
bersifat mendorong maupun menghambat yang kesemuanya harus
dipertimbangkan secara matang, guna kesuksesan organisasi itu sendiri.
Sumber:
Adaptasi dan disarikan dari : Direktorat
Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.2008. Pengorganisasian Sekolah. Materi Diklat Calon Kepala Sekolah/Kepala Sekolah. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar