Pada dekade 50 s.d 60 an Persatuan Guru Nahdlatul Ulama sudah ada sebagai organisasi massa di bawah panji Nahdlatul Ulama, seperti halnya Gerakan Pemuda Ansor, Fatayat NU, Muslimat NU dan lain-lain,dan pada waktu itu NU tampil sebagai Partai Politik. PERGUNU pada saat itu memiliki peran yang strategis di bidang pendidikan khususnya dalam pengembangan serta pembinaan tenaga guru di kalangan NU. Mulai tahun 1970 PERGUNU sudah tidak tampak aktivitasnya, disebabkan adanya politik monoloyalitas pada era Orde Baru, dan semua organisasi profesi pada saat itu satu persatu tidak berdaya dan akhirnya mati. Organisasi yang tidak loyal kepada pemerintah (Golkar) akan mendapatkan tekanan berat, bukan saja tekanan terhadap organisasi, tetapi para individu pemegang pimpinan akan diperlakukan diskriminatif oleh kekuatan zaman itu. Sebagai bukti rasa takut akan tekanan berat tersebut, kami sudah enam tahun lebih mencari tahu dan berusaha untuk menemukan dokumen autentik tentang PERGUNU pada akhir dekade 60 an dan awal dekade 70 an, siapa pengurusnya, di mana kantornya, dan dokumen penting lainnya, tidak/belum dapat kami temukan, sejak dari Cabang sampai dengan Pusat. Guru-guru NU akhirnya berserakan dan terpinggirkan tidak memiliki peran dalam percaturan pendidikan nasional, kalau toh ada itu bersifat lokal dan perorangan secara tidak terang-terangan atas nama NU. Pasca NU kembali ke KHITHOH 26 sampai sekarang PERGUNU tidak terdaftar sebagai Badan Otonom NU, akibatnya guru-guru NU tidak memiliki wadah organisasi untuk membina profesi dan memperjuangkan nasib guru NU, bahkan makin hari makin habis guru-guru NU yang berstatus sebagai pegawai negeri, karena pada era orde baru ada kekuatan yang mendiskriditkan para terdidik dari kalangan NU terutama dalam pengangkatan PNS, praktek diskriminatif itu masih kami rasakan sampai saat ini, karena para makelar-makelar yang sudah berpraktek puluhan tahun masih memiliki jaringa yang kuat dengan pihak-pihak yang memiliki kewenangan memproses pengangkatan PNS guru, akibatnya pada saat ini untuk mencari calon Kepala Kantor Depag atau calon Kepala Madrasah Negeri yang berstatus PNS dari NU sangat sulit.
Tanpa adanya tendensi apologetic, kenyataan dengan tidak tampilnya guru-guru NU dalam percaturan pendidikan secara sehat dan demokratis, bangsa ini makin hari makin jauh dari moral dan akhlak. Hal ini kita buktikan maraknya korupsi, manipulasi, KKN, pemerkosaan, narkoba, kejahatan seksual, tidak tegaknya keadilan karena hukum sudah menjadi kmomuditas bagi orang-orang elite, bahkan di mana-mana muncul gerakan-gerakan yang mendorong ke arah disintregasi bangsa, yang tampaknya sulit untuk diselesaikan dan di perbaiki lagi. Reformasi bukan sebagai obat, tetapi kehidupan rakyat makin terpuruk, hutang makin membengkak dan mendorong penjualan aset negara yang strategis. Kesemuanya itu terjadi akibat lemahnya sistim pendidikan nasional terutama rendahnya mutu dan martabat guru di tengah kehidupan masyarakat bangsa ini, dan bahkan negara ini terancam sebagai bangsa yang termiskin, terkorup dan terbodoh di dunia.
Pada saat-saat bangsa menghadapi krisis multidimensial, maka bangkit kembali organisasi profesi yang kami namakan PERSATUAN GURU NAHDLATUL ULAMA (PERGUNU) pada tanggal 31 Maret 2002 di Surabaya, suatu organisasi sebagai wadah bagi guru-guru NU yang tadinya bercerai-berai kami himpun kembali, dengan membangun paradigma baru yakni: PROFESIONALISME, dan Independent, artinya tidak berafiliasi kepada partai politik manapun, dan tidak melakukan politik praktis. Oleh karena itu PERGUNU tidak di benarkan ikut-ikut dalam dukung-mendukung calon dalam pemilihan Bupati, Wali Kota, Gubernur, maupun Presiden.
PERSATUAN GURU NAHDLATUL ULAMA (PERGUNU) adalah sebuah nama yang sudah di kenal oleh masyarakat Nahdliyin sejak dekade limapuluhan, dan dapat kita jelaskan sebagai berikut:
PERSATUAN :memiliki pengertian sama atau equivalent dengan Organisasi, Perkumpulan, Perhimpunan, Asosiasi.
GURU: mencakup semua sebutan bagi pendidik, misalnya ustadz, kyai, dosen, dan sebagainya. Sementara orang beranggapan, bahwa Dosen kurang tepat bila di sebut guru, tetapi bila orang mau melihat obyektif, bahwa di atas dosen ada gelar atau sebutan Guru Besar atau Maha Guru. Contoh lain: Tanggal: 25 Nopember adalah sebagai Hari Guru Nasional, maka sudah tidak di perlukan lagi adanya Hari Dosen Nasional, karena Hari Guru sudah inklud hari Dosen.
NAHDLATUL ULAMA: menggambarkan ciri dari organisasi ini, karena bertujuan untuk membangun generasi muda NU mendatang lebih berkualitas dan siap berkiprah di era global, sejajar dengan organisasi lain, dan seharusnya lebih hebat lagi.
Nama PERGUNU menurut istilah Bahasa Arab sudah jami’ mani’, artinya sebuah nama yang sudah mencakup semua substansi serta terbebas dari salah tafsir, sebab sudah jelas di bingkai dengan wadah Nahdlatul Ulama. Sebenarnya dinamakan apapun saja bukanlah suatu kesalahan, tetapi dengan nama PERGUNU, masyarakat khususnya masyarakat Nahdliyin cukup mudah mengenalnya dengan akrab, seperti bila kita menyebut Tuhan dengan “ALLAH”, lebih mudah dipahami di bandingkan dengan sebutan “ Ar Rohman atau Ar Rohim “, walaupun Ar Rohman dan Ar Rohim adalah Allah jua wujudnya. Penyebutan Nabi kita dengan “ Muhammad “ lebih mendunia dibandingkan dengan nama: “ Al Amin “ dan sebagainya.
Program kerja strategis PERGUNU:
- Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk Wilayah dan Cabang di seluruh Indonesia dalam waktu yang cepat.
- Mengkritisi serta advokasi kebijaksanaan pendidikan yang ada untuk lebih disempurnakan serta terhindar dari hambatan yang berarti.
- Mengadakan pendidikan dan pelatihan guru.
- Mengadakan penelitian dan pengembangan baik untuk kepentingan menyangkut keguruan maupun organisasi secara keseluruhan.
- Mengadakan kerjasama lintas sektoral, baik pemerintah maupun badan swasta yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan dan peningkatan profesi guru.
- Peningkatan peranan perempuan, karena perempuan sangat tepat bila menjadi guru.
Tempat Pendaftaran PERGUNU