Supervisi
akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan
pembelajaran Glickman (1981). Sementara itu, Daresh (1989) menyebutkan
bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk
kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian,
supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru
dalam mengelola pembelajaran.
Apabila di atas dikatakan, bahwa
supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah
satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni,
1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi
kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik.
Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam
pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara
mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa
refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik
adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan,
misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang
sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?
Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu
yang berarti bagi guru dan murid? Apa yang telah dilakukan oleh guru
dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan
bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan
guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu
ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru
tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik,
melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan
pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik
guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan “Instructional
supervision is here in defined as: behavior officially designed by the
organization that directly affects teacher behavior in such a way to
facilitate pupil learning and achieve the goals of organization”. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
- Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
- Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
- Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu
guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang
dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi
akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin
meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini
janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada
peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga
pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation)
guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru,
kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni
(1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:
- Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
- Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
- Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville
(1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu
berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan
bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan
tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi
ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku
mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah
yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang
lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) mengemukakan bahwa
perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh
terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik,
supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya
semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya
perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar
murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi
akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Berkaitan dengan prinsip-prinsip
supervisi akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak
mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap
perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process)
telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik.
Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku
supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di
mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula
dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif
berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses
supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus
direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di
sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada
beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh
supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu:
- Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
- Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
- Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
- Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
- Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
- Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
- Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak
menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia
memiliki kompetensi yang memadai. Seseorang tidak akan bisa bekerja
secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di
antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut
merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya
kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia
tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan
tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja
seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak
memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Supervisi akademik yang baik harus mampu
membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi,
baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik
harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Menurut
Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi
akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun
penilaiannya.
Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development
(yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini
menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola
proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan
melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi
kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi
pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang
dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid
belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek
ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi
atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang
selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk
pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus
profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do)
tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik
akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini
belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do)
tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia
tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya
seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
=============
Sumber diambil dan disarikan dari:
Direktorat Tenaga Kependidikan, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas. 2008. Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar