Penyelenggaraan
Sistem Kredit Semester (SKS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
di Indonesia saat ini merupakan suatu upaya inovatif untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
Pada hakikatnya, SKS merupakan perwujudan dari amanat Pasal 12 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal tersebut mengamanatkan bahwa “Setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak, antara lain: (b) mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; dan (f)
menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang
ditetapkan. Amanat dari pasal tersebut selanjutnya dijabarkan lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Sebagaimana diketahui bahwa Standar Isi
merupakan salah satu standar dari delapan Standar Nasional Pendidikan.
Standar Isi mengatur bahwa beban belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
(1) Sistem Paket, dan (2) Sistem Kredit Semester. Meskipun SKS sudah
disebut dalam Standar Isi, namun hal itu belum dimuat dan diuraikan
secara rinci karena Standar Isi hanya mengatur Sistem Paket.
Selengkapnya pernyataan tersebut adalah: “Beban belajar yang diatur pada
ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Sistem Paket dalam Standar Isi diartikan sebagai
sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya
diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang
sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum
yang berlaku pada satuan pendidikan.
Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran.”
Beban belajar dengan Sistem Paket hanya memberi satu kemungkinan, yaitu
seluruh peserta didik wajib menggunakan cara yang sama untuk
menyelesaikan program belajarnya. Implikasi dari hal tersebut yaitu
antara lain bahwa peserta didik yang pandai akan dipaksa untuk mengikuti
peserta didik lainnya yang memiliki kemampuan dan kecepatan belajar
standar. Sistem pembelajaran semacam itu dianggap kurang memberikan
ruang yang demokratis bagi pengembangan potensi peserta didik yang
mencakup kemampuan, bakat, dan minat.
Berbeda dengan Sistem Paket, beban
belajar dengan SKS memberi kemungkinan untuk menggunakan cara yang lebih
variatif dan fleksibel sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat
peserta didik. Oleh karena itu, penerapan SKS diharapkan bisa
mengakomodasi kemajemukan potensi peserta didik. Melalui SKS, peserta
didik juga dimungkinkan untuk menyelesaikan program pendidikannya lebih
cepat dari periode belajar yang ditentukan dalam setiap satuan
pendidikan. SKS dalam Standar Isi diartikan sebagai sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan
sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester
pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem
kredit semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban
belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam
penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menyusun “Panduan
Penyelenggaraan SKS untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)”.
0 komentar:
Posting Komentar